Mengapa Perkawinan Anak Harus Dicegah


Perkawinan Anak adalah perkawinan yang dilakukan oleh seorang yang belum berusia 18 tahun ke bawah. Biasanya yang terjadi adalah anak perempuan yang menikah dengan lelaki dewasa bahkan yang berusia lanjut, umumnya karena pemaksaan. Definisi ini mengacu pada UU Perlindungan Anak No. 23 Tahun 2002 yang mendefinisikan anak sebagai seseorang yang berusia di bawah 18 tahun, termasuk anak dalam kandungan.

Komite Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan PBB ([CEDAW] 1994) dan Komite Hak-Hak Anak PBB ([UNCROC] 2003) juga menetapkan usia minimum perkawinan haruslah 18 tahun, baik untuk laki-laki atau perempuan. Kalau yang pertama mempertimbangkan dampak perkawinan tersebut terhadap pendidikan, kesehatan, dan otonomi ekonomi anak, yang kedua menambahkan dampaknya terhadap kesehatan seksual dan kesehatan reproduksi anak.

Usia ideal bagi seseorang untuk menikah kisaran 20-35 tahun. Sedangkan Menurut teori yang dikembangkan oleh Tom Griffiths, salah seorang peneliti kognitif dan juga penulis buku berjudul Algorithms to Live By: The Computer Science of Human Decicions, beserta dengan jurnalis Brian Christian, usia 26 tahun adalah usia yang paling ideal untuk mendapatkan pasangan hidup rumah tangga.[i] Pada saat itu, hormon dan organ reproduksi baik laki-laki dan perempuan sudah matang dan siap untuk membuahi dan dibuahi. Pada perempuan, di kisaran usia tersebut tulang dan otot panggul sudah tumbuh secara sempurna. Artinya tubuh sudah siap melakukan proses persalinan setelah hamil nanti.[ii]

Selain memiliki kesiapan secara biologis, orang menikah juga harus siap secara mental dan spiritual. Yakni memiliki kesanggupan untuk menerima beban dan tanggung jawab, baik sebagai suami maupun istri, serta kematangan cara berpikir untuk menyelesaikan masalah-masalah rumah tangga. Tak kalah penting, mampu secara finansial, walaupun menikah tidak harus kaya tapi menjalaninya membutuhkan biaya.

Islam secara tegas memberikan batasan perkawinan dengan persyaratan baligah dan rasydah. Pengertian baligah adalah kematangan biologis dan organ-organ reproduksi. Sebagai contoh, ada dua hadis yang dapat kita kaji terkait hal ini.

Pertama, hadis Nabi riwayat Abdullah ibn Mas’ud:

يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ، مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ


Artinya: “Hai pemuda, siapa di antara kalian yang telah mampu maka menikahlah. Menikah itu menundukkan pandangan dan lebih baik untuk organ-organ reproduksi. Namun siapa yang belum mampu maka hendaknya ia puasa, karena itu lebih baik baginya.” (HR al-Bukhari)

Kedua, hadis Nabi riwayat Utsman ibn ‘Affan:

مَنْ كَانَ مِنْكُمْ ذَا طَوْلٍ ، فَلْيَتَزَوَّجْ ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ ، وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ ، وَمَنْ لَا ، فَالصَّوْمُ لَهُ وِجَاءٌ


Artinya: “Siapa di antara kalian yang memiliki kemampuan, maka menikahlah, karena itu lebih baik untuk pandangan dan organ-organ reproduksinya. Jika tidak, maka berpuasalah, karena itu lebih baik.” (HR an-Nasai).

Riwayat pertama menggunakan kata ba’ah, artinya kemampuan biologis, psikis, dan mental, dan spiritual. Riwayat kedua menggunakan kata thawl, artinya memiliki kompetensi yang berkaitan dengan al-fadlu (kualitas diri), al-ghaniyyu (kekayaan), al-yusr (kelonggran), dan al-qudrah (kemampuan intelektual).[iii]

(Bersambung)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel