Wasiat Imam Abu Hanifah kepada Anaknya (Bagian 2)

Kesebelas: hendaklah kamu memperbanyak dzikir kepada Allah Ta’ala dan sentiasa bershalawat kepada Rasul-Nya SAW.

Kedua belas, hendaklah kamu menyibukkan diri dengan membaca dan mengamalkan penghulu Istighfar (sayyidul istighfar), yaitu Sabda Nabi SAW:

اَللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّيْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ أَنْتَ، خَلَقْتَنِيْ وَأَنَا عَبْدُكَ، وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ، أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ، أَبُوْءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ، وَأَبُوْءُ بِذَنْبِيْ فَاغْفِرْ لِيْ فَإِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ أَنْتَ


”Ya Allah Engkau adalah Tuhanku, Tidak ada sesembahan yang haq kecuali Engkau, Engkau yang menciptakanku, sedang aku adalah hamba-Mu dan aku di atas ikatan janji -Mu dan akan menjalankannya dengan semampuku, aku berlindung kepadamu dari segala kejahatan yang telah aku perbuat, aku mengakui-Mu atas nikmat-Mu terhadap diriku dan aku mengakui dosaku pada-Mu, maka ampunilah aku, sesungguhnya tiada yang mengampuni segala dosa kecuali Engkau”.

Maka Sungguh siapa yang membaca doa ini pada waktu petang, lalu dia meninggal dunia malam harinya, niscaya dia kan termasuk dalam kalangan penghuni surga, dan siapa yang membaca doa ini pada waktu pagi, lalu dia meninggal dunia di hari itu, niscaya dia kan termasuk dalam golongan penghuni surga.

Dari Abu al-Darda’ RA tatkala dikatakan kepadanya: Sungguh rumahmu telah terbakar. Maka beliau menjawab: Rumahku tidak akan terbakar disebabkan aku membaca doa yang aku dengar dari Rasulullah SAW bahwa siapa yang membacanya pada permulaan siangnya, maka dia tidak akan ditimpa musibah hingga waktu petang, dan siapa yang membacanya pada akhir siang, maka dia tidak akan ditimpa musibah hingga waktu pagi (keesokan harinya).

Doa itu ialah:

اللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّي لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ، عَلَيْكَ تَوَكَّلْتُ، وَأَنْتَ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ، مَا شَاءَ اللهُ كَانَ وَمَا لَمْ يَشَأْ لَمْ يَكُنْ، لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيمِ، أَعْلَمُ أَنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ، وَأَنَّ اللَّهَ قَدْ أَحَاطَ بِكُلِّ شَيْءٍ عِلْمًا، اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ نَفْسِي، وَمِنْ شَرِّ كُلِّ دَابَّةٍ أَنْتَ آخِذٌ بِنَاصِيَتِهَا، إِنَّ رَبِّي عَلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ


Ya Allah, Engkau adalah tuhanku. Tidak ada sesembahan selain Engkau. Hanya kepada-Mu aku bertawakkal. Engkau adalah tuhan pemilik Arsy yang agung. Apa yang dikehendaki oleh Allah pasti terjadi dan apa yang tidak dikehendaki pasti tidak terjadi. Tidak ada daya dan upaya kecuali hanya dari Allah yang Maha Tinggi dan Maha Agung. Aku yakin bahwa Allah Maha Berkehendak atas segala sesuatu dan ilmu Allah meliputi segala sesuatu. Ya Allah, aku berlindung dengan-Mu dari keburukan diriku dari keburukan setiap melata yang Engkau kuasai nyawanya. Sunggu tuhanku berada di jalan yang lurus.”

Ketiga belas, hendaklah kamu sentiasa membaca al-Qur’an setiap hari dan kamu hadiahkan pahalanya kepada Rasulullah SAW, kedua orang tuamu, para gurumu dan seluruh kaum Muslimin.

Keempat belas, hendaklah kamu berhati-hati terhadap teman-temanmu melebihi musuhmu, jika sungguh telah banyak kerusakan pada manusia, maka musuhmu dari kalangan teman-temanmu itu adalah dapat mengambil manfaat (peluang merusakmu).

Kelima belas, hendaklah kamu menyembunyikan rahasia, pikiran, kepergian, dan jalanmu.

Keenam belas: hendaklah kamu berbuat baik kepada tetangga dan bersabar atas gangguannya.

Ketujuh belas, hendaklah kamu berpegang kepada mazhab Ahllussunnah wal Jamaah dan menjauhkan diri dari golongan jahil dan sesat.

Kedelapan belas, hendaklah kamu mengikhlaskan niatmu dalam semua urusanmu dan bersungguh-sunggu berusaha untuk mendapatkan makanan yang halal di setiap keadaan.

Kesembilan belas, hendaklah kamu berpegang dan bersandar pada lima hadits yang telah aku seleksi dari 500.000 hadits:

1. Hadits Rasulullah SAW:

إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى


“Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan.” (Bukhari 1)

2. Hadits Rasulullah SAW:

مِنْ حُسْنِ إِسْلَامِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لَا يَعْنِيْهِ


Di antara tanda kebaikan islamnya seseorang adalah dia tidak melakukan hal yang tidak bermanfaat baginya.” (al-Tirmidzi 2318, Ibn Majah 3976)

3. Hadits Rasulullah SAW:

لا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لأخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ


“Salah satu dari kalian tidaklah beriman sehingga mencintai untuk saudara kalian apa yang kalian cintai untuk diri kalian sendiri.” (Bukhari 13)

4. Hadits Rasulullah SAW:

إنَّ الحَلالَ بَيِّنٌ وإنَّ الحَرَامَ بَيِّنٌ، وبَينَهُما أُمُورٌ مُشتَبهاتٌ، لا يَعْلَمُهنّ كثيرٌ مِن النَّاسِ، فَمَن اتَّقى الشُّبهاتِ استبرأ لِدينِهِ وعِرضِه، ومَنْ وَقَعَ في الشُّبُهاتِ وَقَعَ في الحَرَامِ، كالرَّاعي يَرعَى حَوْلَ الحِمَى يُوشِكُ أنْ يَرتَعَ فيهِ، ألا وإنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمًى، ألا وإنَّ حِمَى اللهِ محارِمُهُ، ألا وإنَّ في الجَسَدِ مُضغَةً إذا صلَحَتْ صلَحَ الجَسَدُ كلُّه، وإذَا فَسَدَت فسَدَ الجَسَدُ كلُّه، ألا وهِيَ القَلبُ


“Sesungguhnya yang halal telah nyata (jelas) dan yang haram telah nyata. Dan di antara keduanya ada perkara yang tidak jelas, yang tidak diketahui kebanyakan orang, maka barangsiapa menjaga dirinya dari melakukan perkara yang meragukan, maka selamatlah agama dan harga dirinya, tetapi siapa yang terjatuh dalam perkara syubhat, maka dia terjatuh kepada keharaman. Tak ubahnya seperti gembala yang menggembala di tepi pekarangan, dikhawatirkan ternaknya akan masuk ke dalamnya. Ketahuilah, setiap raja itu memiliki larangan, dan larangan Allah adalah sesuatu yang diharamkannya. Ketahuilah, bahwa dalam setiap tubuh manusia terdapat segumpal daging, jika segumpal daging itu baik maka baik pula seluruh badannya, namun jika segumpal daging tersebut rusak, maka rusaklah seluruh tubuhnya. Ketahuilah, gumpalan daging itu adalah hati.” (Bukhari 52)

5. Hadits Rasulullah SAW:

المُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ المُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ


“Seorang Muslim adalah orang yang memberikan rasa selamat kepada Muslim lainnya dari lisannya dan tangannya” (Bukhari 10)

Kedua puluh: Hendaklah kamu berada antara sifat al-khawf (takut) dan al-raja’ (penuh pengharapan) kepada Allah semasa sehatmu dan kamu mati dalam keadaan berbaik sangka terhadap Allah Ta’ala, melebihkan pengharapan (al-raja’) kepada-Nya dan dengan hati yang bersih Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha penyayang.

Referensi:
Dhiya’ al-Din Ahmad al-Khamasykhanawi, Jami’ al-Ushul fi al-Auliya, 312-313
Ibn Hajar al-Haytami, al-Khairat al-Hisan, 37-39
Syamsuddin Al-Dzahabi, Siyar a’lam al-Nubala’, juz 6, hal. 390-403
Hikmatul Luthfi bin H Imam Syamsudin, Nahdliyin kelahiran Cibadak, Kabupaten Sukabumi

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel