Agar Tak Terlalu Banyak Pikiran jelang Tidur, Ini Amalan dari al-Ghazali
Sabtu, 29 Agustus 2020
Dalam kehidupan seseorang seringkali dihujani oleh persoalan yang membuat ia merasa ruwet, banyak pikiran, atau sekarang lebih sering disebut dengan overthinking. Tidak main-main, overthinking bisa membuat seseorang menjadi stres dan hilang kebahagiaan. Hidupnya menjadi murung dan bahkan kesepian karena dikelilingi dengan pikiran-pikiran negatif yang diciptakannya sendiri. Overthinking sendiri adalah sebutan psikolog untuk seorang yang terlalu banyak pikiran. Sebutan lainnya adalah 'ruminasi'.
Meski berpikir adalah ciri khas manusia - sebagaimana aforisme yang sering kita dengar: “Aku berpikir maka aku ada" – namun terlalu banyak pikiran juga tidak baik. Penyebabnya beragam, entah karena sedang banyak masalah yang ia hadapi, kosong sekali dari berkegiatan dan beraktivitas, terlalu banyak berharap dan berangan-angan, terlalu banyak memikirkan hal-hal yang akan datang, dan lain-lain. Overthinking dapat dialami kapan saja, salah satu yang banyak dialami orang-orang adalah ketika hendak tidur. Banyaknya pikiran ketika hendak tidur menyebabkan kita sulit untuk terlelap, bahkan tidak bisa tidur hingga esok hari. Tentu hal ini tidaklah baik bagi tubuh kita, tidak terkecuali kalbu kita.
Mengutip kompas.id, menurut Remez Sasson (2015), kebiasaan overthinking akan mencegah kita untuk bertindak, menghabiskan energi, melumpuhkan kemampuan kita untuk membuat keputusan, karena kita terus dan berulang-ulang berpikir saja.
Banyak tawaran yang disodorkan oleh para psikolog untuk mengatasi banyak pikiran, namun tidak ada salahnya kita mencoba 'rutinan' Imam al-Ghazali yang dilakukan sebelum tidur. Cara ini setidaknya dapat mengurangi banyaknya pikiran yang membuat kita gelisah hingga menyebabkan susah tidur. Rutinan ini tertuang dalam kitab Imam al-Ghazali yang berjudul Bidâyah al-Hidâyah, sebuah kitab yang berisi panduan beretika dalam aktivitas kita sehari-hari.
Imam al-Ghazali menulis sebuah refleksi yang patut kita lakukan sebelum tidur. Selain untuk memperkuat kesadaran kehambaan kita kepada Allah, refleksi ini juga dapat menghilangkan beban pikiran yang membuat kita overthinking.
Sebelum tidur, Imam al-Ghazali menyarankan untuk bersuci terlebih dahulu, kemudian bertobat sembari berkomitmen kuat (azam) untuk tidak mengulanginya di esok hari, juga berazam untuk berbuat baik kepada orang-orang jika masih diizinkan hidup di esok hari. Kemudian merenung, bahwa kita di dalam kubur hanya sendiri, tiada yang menemani kecuali amal dan usaha kita.
Tidak lupa untuk meniatkan supaya dapat bangun di sepertiga malam untuk melaksanakan qiyamul lail. Terkait ibadah di sepertiga malam, Imam al-Ghazali berkata:
فركعتان في جوف الليل كنز من كنوز البر، فاستكثر من كنوزك ليوم فقرك، فلن تغني عنك كنوز الدنيا إذا مت
“Dua rakaat di penghujung malam adalah harta perbendaharaan kebaikan, maka perbanyaklah harta perbendaharaanmu (shalat malam) untuk hari fakirmu, sebab harta perbendaharaan dunia tidak akan mencukupimu apabila kamu mati” (Imam al-Ghazali, Bidâyah al-Hidâyah, Jeddah: Darul Minhaj, 2004, hal. 126).
Selain itu, ditambah dengan membaca doa sebelum tidur.
بِاسْمِكَ رَبِّي وَضَعْتُ جَنْبِي وَبِاسْمِكَ أَرْفَعُهُ، فَاغْفِرْ لِي ذَنْبِي؛ اَللَّهُمَّ قِنِي عَذَابَكَ يَوْمَ تَبْعَثُ عِبَادَكَ، اَللَّهُمَّ بِاسْمِكَ أَحْيَا وَأَمُوْتُ؛ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ كُلِّ ذِيْ شَرٍّ، وَمِنْ شَرِّ كُلِّ دَابَّةٍ أَنْتَ آخِذٌ بِنَاصِيَتِهَا، إِنّ رَبِّي عَلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيْمٍ؛ اللهم أَنْتَ اْلأَوَّلُ فَلَيْسَ قَبْلَكَ شَيْءٌ، وَأَنْتَ الآخِرُ فَلَيْسَ بَعْدَكَ شَيْءٌ، وَأَنْتَ الظًّاهِرُ فَلَيْسَ فَوْقكَ شَيْءٌ، وَأَنْتَ الْبَاطِنُ فَلَيْسَ دُوْنَكَ شَيْءٌ، اِقْضِ عَنِّي الدَّيْنَ، وَأَغْنِنِي مِنَ الْفَقْرِ؛ اللهم أَنْتَ خَلَقْتَ نَفْسِي وَأَنْتَ تَتَوَفَّاهَا، لَكَ مَمَاتُهَا وَمَحْيَاهَا، إِنْ أَمِتَّهَا فَاغْفِرْ لَهَا، وَإِنْ أَحْيَيْتَهَا فَاحْفَظْهَا بِمَا تَحْفَظُ بِهِ عِبَادَكَ الصَّالِحِيْنَ؛ اللهم إِنِّي أَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ فِي الدِّيْنِ وَالدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ؛ اللهم أَيْقِظْنِي فِي أَحَبِّ السَّاعَاتِ إِلَيْكَ، وَاسْتَعْمِلْنِي بِأَحَبِّ الْأَعْمَالِ إِلَيْكَ، لِتُقَرِّبَنِي إِلَيْكَ زُلْفَى، وَتُبْعِدَنِي عَنْ سُخْطِكَ بُعْدًا، أَسْأَلُكَفَتُعْطِيَنِي، وَأَسْتَغْفِرُكَ فَتَغْفِرَ لِي، وَأَدْعُوْكَ فَتَسْتَجِيْبَ لِي
Artinya: “Dengan nama-Mu wahai Tuhanku, kuletakkan punggungku dan dengan nama-Mu pula kuangkat,maka ampunilah dosa-dosaku. Ya Allah, lindungi aku dari siksa-Mu di hari Engkau bangkitkan hamba-hamba-Mu. Ya Allah, dengan nama-Mu aku hidup dan mati. Aku berlindung pada-Mu dari keburukan segala sesuatu yang memiliki keburukan serta dari kejahatan setiap yang melata. Engkaulah yang menggenggam ubun-ubunnya. Sesungguhnya Tuhanku berada di jalan yang lurus. Ya Allah, Engkaulah Yang Maha Awal Yang tidak didahului oleh sesuatu, dan Engkau pula Yang Maha Terakhir Yang tidak ada sesuatu sesudah-Mu. Engkau Maha Tampak, tak ada sesuatu pun yang berada di atas-Mu. Engkau Maha Tersembunyi, tak ada sesuatu pun yang berada di bawah-Mu. Mohon tunaikanlah utangku, juga hilangkanlah kemiskinanku. Ya Allah, Engkau Yang menciptakan diriku dan engkau pula Yang mewafatkannya. Kematian dan kehidupannya ada pada kekuasaan-Mu. Apabila Engkau matikan diriku, maka ampunilah, dan jika engkau hidupkan, maka jagalah sebagaimana engkau menjaga para hamba-Mu yang saleh. Ya Allah aku meminta pada-Mu pengampunan dan keselamatan di dunia dan akhirat. Ya Allah, bangunkan aku di waktu yang paling Engkau cintai. Buatlah aku melakukan perbuatan- perbuatan yang paling Kau senangi sehingga mendekatkan diriku pada-Mu dan menjauhkannya dari murka-Mu. Aku memohon pada- Mu, Engkau pun mengabulkannya, aku meminta ampunan, Engkau pun mengampuninya, dan aku berdoa pada-Mu Engkau pun mengabulkannya.”
Kemudian membaca ayat kursi, ayat آمَنَ الرَّسُوْلُ sampai akhir surat al-Baqarah, surat al-Ikhlas, mu'awidzatain (surat al-Falaq dan an-Nas), dan surat al-Mulk (Imam al-Ghazali, Bidâyah al-Hidâyah, hal. 127-128).
Langkah-langkah di atas merupakan ikhtiar gamblang agar kita tidur dalam keadaan mengingat Allah dan suci secara jasmani karena berwudhu. Dengan demikian pikiran-pikiran negatif yang muncul sebelum tidur akan hilang dengan perlahan seiring kita membiasakan praktik yang telah disebutkan Imam al-Ghazali.
Banyak pikiran sendiri sering muncul tatkala kita memiliki banyak angan-angan. Dengan banyaknya angan-angan yang kita impikan, tidak mustahil banyak kegagalan yang akan kita tuai. Imam al-Ghazali, masih dalam bab yang sama, menasihati kita supaya tidak memperpanjang angan-angan, Beliau menyebutkan:
ولا تطول أملك فيثقل عليك عملك
"Jangan panjang angan sehingga membuatmu susah untuk beramal" (Imam al-Ghazali, Bidâyah al-Hidâyah, hal. 130)
Sebagaimana disebutkan di atas, salah satu efek dari overthinking adalah kita menjadi stagnan, tidak berpindah dari satu pekerjaan ke pekerjaan lainnya karena terlalu banyak berpikir yang kontraproduktif. Demikianlah bagaimana Imam al-Ghazali memaparkan etika sebelum tidur, yang mana dapat kita gunakan sebagai cara agar tidur kita menjadi nyenyak, pikiran negatif berkurang, tentunya meningkatkan kedekatan spiritual kita kepada Allah subhanahu wata’ala.
Amien Nurhakim, Alumnus UIN Jakarta dan Pesantren Luhur Ilmu Hadis Darus-Sunnah, Ciputat.