Saat Baru Ingat Niat Jamak Takhir setelah Masuk Shalat Kedua


Saat bepergian, syariat memberikan dispensasi (rukhsah) bagi musafir dalam urusan shalat. Dalam jarak tempuh tertentu, agama memberikan rukhsah jamak dan qashar. Salah satu teori yang dikenal dalam rukhsah jamak adalah jamak takhir, yaitu mengumpulkan dua shalat di waktu shalat yang kedua. Semisal maghrib dilakukan di waktu Isya, zhuhur di waktu ashar.

Jamak takhir secara ketentuan lebih longgar dari jamak taqdim. Syarat yang harus terpenuhi dalam pelaksanaan jamak takhir ada dua. Pertama, niat jamak takhir di waktu shalat pertama. Kedua, masih dalam keadaan safar sampai sempurnanya shalat kedua.

Salah satu contoh niat jamak takhir sebagaimana diterangkan Syekh Muhammad Nawawi al-Bantani adalah:

نويت تأخير الظهر إلى العصر لأجمع بينهما


“Aku niat mengakhirkan Zhuhur kepada Ashar untuk mengumpulkan keduanya.” (Syekh Muhammad Nawawi al-Bantani, Kasyifah al-Saja, cetakan Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, hal. 189). 

Dalam pelaksanaan niat jamak takhir, disyaratkan saat pelaksanaan niat takhir masih cukup untuk melaksanakan shalat pertama secara sempurna. Semisal niat saat jam 13.30 WIB, pada jam tersebut masih cukup melaksanakan shalat zhuhur. Tidak sah pelaksaaan jamak takhir bila secara sengaja niatnya di waktu shalat kedua atau di waktu shalat pertama namun tidak cukup untuk melaksanakan shalat pertama secara sempurna, semisal niat di penghujung waktu zhuhur saat waktu Ashar hanya berjarak 30 detik. Dalam titik ini, status shalat pertama qadha dan musafir berdosa dengan sebab kesengajaannya mengakhirkan shalat.

Persoalan muncul saat musafir lupa biat jamak takhir, ia baru ingat niat jamak takhir setelah masuk waktu shalat kedua. Apakah ia tetap diperbolehkan menjamak takhir?

Dalam persoalan ini, ulama sepakat musafir tersebut tidak berdosa. Ia dimaafkan karena lupanya. Namun mengenai keabsahan jamak takhirnya, ulama berbeda pendapat. Menurut al-Imam al-Ghazali, jamak takhirnya sah. Alasan beliau adalah, karena dengan lupanya, musafir tergolong orang yang diterima uzurnya.

Sementara menurut Syekh Khatib al-Syarbini dan Syekh Muhammad al-Ramli, jamak takhirnya batal. Menurut beliau berdua, status shalat pertama adalah qadha, sebab tidak adanya niat takhir di waktu shalat pertama. Berpijak dari pendapat ini, dalam pelaksanaan shalatnya, shalat pertama tetap dikerjakan di waktu shalat kedua, namun dengan niat qadha, bukan niat jamak takhir.

Menurut penegasan Syekh Ibnu Hajar al-Haitami dalam kitab al-I’ab, disamakan dengan hukumnya orang yang lupa niat jamak takhir, yaitu orang yang bodoh terkait ketentuan niat jamak takhir, sebab persoalan niat jamak takhir ini tergolong hal yang samar bagi orang awam, sehingga termasuk kebodohan yang dimaafkan.

Penjelasan di atas terangkum dalam referensi dari kitab Hasyiyah al-Syarwani berikut ini:

قول المتن ( فيعصي إلخ ) وقول الغزالي لو نسي النية حتى خرج الوقت لم يعص وكان جامعا لأنه معذور صحيح في عدم عصيانه غير مسلم في عدم بطلان الجمع لفقد النية نهاية ومغني وفي الكردي عن الإيعاب يتجه أن الجاهل كالساهي لأن هذا مما يخفى اه


“Tentang ucapan kitab matan “maka bermaksiat dan seterusnya”. Adapun pendapat al-Imam al-Ghazali, bila lupa niat jamak takhir hingga keluar waktu shalat pertama, maka tidak bermaksiat dan sah jamak takhirnya, karena diterima uzurnya. Statemen ini benar berkaitan dengan ketidakberdosaannya, namun tidak dapat diterima dalam hal ketidakbatalan jamaknya, sebab ketiadaan niat. Ini keterangan dari kitab Nihayah dan Mughni. Dalam kitabnya Syekh al-Kurdi mengutip dari kitab al-I’ab, menjadi pendapat yang kuat bahwa orang yang bodoh tentang niat hukumnya seperti orang yang lupa, sebab persoalan ini termasuk perkara yang samar bagi orang awam.” (Syekh Abdul Hamid al-Syarwani, Hasyiyah al-Syarwani ‘ala Tuhfah al-Muhtaj, juz 2, hal. 400).

Demikian pula referensi dari kitab Hasyiyah al-Tajrid Linaf’il ‘Abid, komentar atas kitab Fath al-Wahhab berikut ini:

ولو نسي النية حتى خرج الوقت فلا عصيان ولا جمع خلافا لما نقل عن الأحياء ا هـ ح ل


“Bila lupa niat jamak takhir hingga keluar waktu shalat pertama, maka tidak berdosa dan tidak sah jamak takhirnya, berbeda menurut pendapat yang dikutip dari kitab al-Ihya’.” (Syekh Sulaiman al-Bujairimi, al-Tajrid Linaf’il ‘Abid, Hasyiyah ‘ala Fath al-Wahhab, juz 1, hal. 369).

Demikian penjelasan mengenai lupa niat jamak takhir di waktu shalat pertama, semoga bermanfaat. Wallahu a’lam.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel