Haidh yang Lama dan Tidak Lancar Menurut Mazhab Syafi‘i


Haidh atau menstruasi merupakan siklus bulanan yang dialami perempuan. Namun, pada beberapa perempuan, siklus bulanan ini tiba-tiba berubah. Siklus menjadi tidak teratur, tidak lancar, menjadi lebih lama, lebih singkat, dan seterusnya. Bahkan, sering kali perempuan yang mengalaminya merasa ragu dan bertanya-tanya, apakah dirinya sudah boleh mandi serta menunaikan kewajibannya atau belum.

Semua ulama mazhab telah menguraikan masalah-masalah ini, tak terkecuali para ulama mazhab Syafi‘i. Mengingat cukup banyaknya persoalan ini, maka yang akan diuraikan adalah masalah haidh tidak lancar, yang umumnya berlangsung cukup lama.

Masalah haidh tidak lancar dapat dikembalikan kepada masa haidh paling lama dan paling singkat yang setiap mazhab memiliki ketentuan masing-masing. Menurut mazhab Syafi’i sendiri, haidh paling singkat yang dialami perempuan adalah satu hari satu malam atau 24 jam. Sedangkan haidh paling lama adalah 15 hari.

Namun, lebih jauh Syekh Ibnu Hajar Al-Haitami merinci haidh paling singkat ini menjadi dua bentuk. Pertama, paling singkat (sedikit) darahnya; kedua, paling singkat waktunya.

أَنَّ الْأَقَلَّ لَهُ صُورَتَانِ الْأُولَى أَنْ يَكُونَ وَحْدَهُ وَهِيَ الَّتِي يُشْتَرَطُ فِيهَا الِاتِّصَالُ وَالثَّانِيَةُ أَنْ يَكُونَ مَعَ غَيْرِهِ، وَهَذِهِ لَا اتِّصَالَ فِيهَا 


Artinya, “Sungguh istilah haidh paling singkat di sini memiliki dua bentuk. Pertama, keberadaan haidh  hanya satu hari saja, di mana ketersambungan disyaratkan di dalamnya. Kedua, keberadaan haidh bersama hari lain, di sini harus tidak ada ketersambungan,” (Lihat Ibnu Hajar Al-Haitami, Tuhfatul Muhtaj fi Syarhil Minhaj,  jilid I, halamana 385).

Namun, umumnya kondisi yang dialami kaum perempuan, menurut Syekh Ibnu Hajar adalah kondisi kedua di mana darah haidhnya keluar tetapi tidak lancar dan lebih dari satu hari. Tidak heran jika perempuan melihat darah haidhnya terkadang keluar dan terkadang tidak.

وَأَمَّا الْأَقَلُّ الَّذِي مَعَ غَيْرِهِ فَلَيْسَ فِيهِ اتِّصَالٌ بَلْ يَتَخَلَّلُهُ نَقَاءٌ بِأَنْ تَرَى دَمًا وَقْتًا وَوَقْتًا نَقَاءً فَهُوَ حَيْضٌ تَبَعًا لَهُ بِشَرْطِ أَنْ لَا يُجَاوِزَ ذَلِكَ خَمْسَةَ عَشَرَ يَوْمًا وَلَمْ يَنْقُصْ الدَّمُ عَنْ أَقَلِّ الْحَيْضِ


Artinya, “Adapun minimal haidh yang disertai dengan hari lain maka tidak ada ketersambungan di dalamnya. Justru haidh akan terselang oleh waktu bersih. Misalnya, si perempuan melihat darah pada satu waktu dan melihat bersih pada waktu lain, maka waktu bersih itu pun juga dianggap haidh karena turut kepada haidh, dengan syarat kejadian itu tidak lebih dari 15 hari dan tidak kurang dari haidh minimal. (Al-Haitami, I/389).

Al-Haitami namambahkan, ketika haidh disertai keterputusan darah, maka bila jumlah waktu keluarnya mencapai sehari semalam, maka seluruhnya adalah haidh. Pastinya ada penambahan waktu minimal. Jika tidak, maka secara mutlak tidak ada haidh. (Lihat Al-Haitami, I/389).

Dari petikan dan ulasan singkat di atas dapat ditarik sejumlah kesimpulan:  

Jika seorang perempuan mengalami haidh paling sedikit darahnya, sekaligus paling singkat waktu keluarnya, maka harus dipastikan darahnya keluar secara terus-menerus selama sehari semalam atau 24 jam.

Walaupun rentang waktu keluar darah mencapai satu hari satu malam, namun karena darahnya tidak lancar, dan saat diakumulasikan tidak mencapai 24 jam, maka itu bukan haidh.  

Ketika darah keluar tidak lancar, kemudian waktu keluarnya lebih dari satu hari serta tidak lebih dari 15 hari, maka harus dihitung akumulasi waktu keluarnya. Bila mencapai 24 jam, maka itu darah haidh. Sebaliknya, jika tidak mencapai 24 jam, berarti itu bukan haidh.    

Ketika darah keluar tidak lancar, dan waktu keluarnya lebih dari satu hari, kemudian saat diakumulasikan waktu keluarnya itu mencapai 24 jam atau lebih, maka itu dianggap haidh.

Waktu-waktu saat tidak keluar darah, dalam pandangan mazhab As-Syafi‘i, tetap dianggap haidh dengan catatan akumulasi jam keluarnya lebih dari 24 jam, dan rentang waktu hari keluarnya tidak lebih dari 15 hari. Wallahu a’lam.

Ustadz M Tatam, Pengasuh Majelis Taklim Syubbanul Muttaqin, Sukanagara-Cianjur, Jawa Barat.

Belum ada Komentar untuk "Haidh yang Lama dan Tidak Lancar Menurut Mazhab Syafi‘i"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel