Ibnu Taimiyah dan Imam Nawawi Mengarang Wirid Sendiri
Kamis, 23 April 2020
Tulis Komentar
Di antara ulama yang biasanya paling ketat dalam hal penentuan dzikir/wirid dengan jumlah tertentu dan dengan khasiat tertentu adalah Syekh Ibnu Taimiyah. Darinya banyak para pendaku Salafi menyangka bahwa penentuan dzikir/wirid dengan jumlah tertentu dan dengan khasiat tertentu tanpa adanya petunjuk ayat atau hadits adalah termasuk dalam kategori bid’ah. Yang tak banyak orang tahu, ternyata Syekh Ibnu Taimiah juga mempunyai amalan mujarab yang tak berdasar ayat atau hadits. Silakan baca testimoni dari Syekh Ibnu Qayyim, murid kesayangan Syekh Ibnu Taimiyah, berikut ini:
وَمِنْ تَجْرِيبَاتِ السَّالِكِينَ الَّتِي جَرَّبُوهَا فَأَلْفَوْهَا صَحِيحَةً أَنَّ مَنْ أَدْمَنَ يَا حَيُّ يَا قَيُّومُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ أَوْرَثَهُ ذَلِكَ حَيَاةَ الْقَلْبِ وَالْعَقْلِ. وَكَانَ شَيْخُ الْإِسْلَامِ ابْنُ تَيْمِيَّةَ قَدَّسَ اللَّهُ رُوحَهُ شَدِيدَ اللَّهْجِ بِهَا جِدًّا، وَقَالَ لِي يَوْمًا: لِهَذَيْنِ الِاسْمَيْنِ وَهُمَا الْحَيُّ الْقَيُّومُ تَأْثِيرٌ عَظِيمٌ فِي حَيَاةِ الْقَلْبِ، وَكَانَ يُشِيرُ إِلَى أَنَّهُمَا الِاسْمُ الْأَعْظَمُ، وَسَمِعْتُهُ يَقُولُ: مَنْ وَاظَبَ عَلَى أَرْبَعِينَ مَرَّةً كُلَّ يَوْمٍ بَيْنَ سُنَّةِ الْفَجْرِ وَصَلَاةِ الْفَجْرِ يَا حَيُّ يَا قَيُّومُ، لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ، بِرَحْمَتِكَ أَسْتَغِيثُ حَصَلَتْ لَهُ حَيَاةُ الْقَلْبِ، وَلَمْ يَمُتْ قَلْبُهُ
"Sebagian percobaan para ahli ibadah yang telah mereka uji coba lalu ternyata benar-benar terjadi (mujarrab) adalah bahwa siapa pun yang terus-menerus membaca Yâ Hayyu Yâ Qayyûm lâ ilâha illâ Anta, maka hal itu akan membuat hidupnya hati dan akal (lapang dada dan cerdas). Syekhul Islam Ibnu Taimiyah semoga Allah menyucikan ruhnya sangat gemar dengan hal ini. Ia berkata padaku pada suatu hari: Dua nama ini, yaitu al-Hayyu al-Qayyûm, punya pengaruh yang besar dalam hidupnya hati. Dan, beliau mengisyaratkan bahwa keduanya adalah Ismul A'dham dan aku mendengarnya berkata: Siapa yang terus-menerus membaca sebanyak 40 kali setiap hari di antara salat sunnah subuh dan salat subuh bacaan Yâ Hayyu Yâ Qayyûm lâ ilâha illâ Anta birahmatika astaghîtsu, maka akan dia dapati hatinya hidup dan tak mati." (Ibnu Qayyim, Madârik as-Sâlikîn, juz I, halaman 446)
Amalan wirid yang sangat disukai dan disarankan oleh Syekh Ibnu Taimiyah di atas dengan jumlah, waktu, dan khasiat seperti itu tak disebutkan dalam satu pun hadits Nabi. Ibnu Qayyim pun tak bertanya mana dalilnya atau berlagak hebat dengan berkata bahwa guru kita Ibnu Taimiyah tidak maksum sehingga dalam hal ini tidak perlu diikuti sebab ini semua bid'ah. Tetapi beliau malah mengajarkannya di kitab Madârik as-Sâlikîn yang dijadikan kitab akhlak standar oleh para pendaku Salafi.
Di kitabnya yang lain, Syekh Ibnu Qayyim menjelaskan:
رب اغْفِر لي ولوالدي وللمسلمين وَالْمُسلمَات وَلِلْمُؤْمنِينَ وَالْمُؤْمِنَات وَقد كَانَ بعض السّلف يسْتَحبّ لكل احد ان يداوم على هَذَا الدُّعَاء كل يَوْم سبعين مرّة فَيجْعَل لَهُ مِنْهُ وردا لَا يخل بِهِ وَسمعت شَيخنَا يذكرهُ وَذكر فِيهِ فضلا عَظِيما لَا احفظه وَرُبمَا كَانَ من جملَة اوراده الَّتِي لَا يخل بهَا وسمعته يَقُول ان جعله بَين السَّجْدَتَيْنِ جَائِز
"Rabbi ighfir lî wa liwalidayya wa lil-muslimîna wal-muslimât wal-mu'minîna wal-mu'minât. Sebagian ulama salaf menyunnahkan setiap orang untuk terus-menerus membaca doa ini setiap hari 70 kali dan dijadikan wirid yang tak pernah ditinggal. Saya mendengar guru kita (Ibnu Taimiyah) menyebutkannya dan beliau menjelaskan bahwa di dalamnya ada keutamaan besar yang saya tidak ingat. Seringkali ini jadi sebagian wirid yang tak pernah beliau tinggal. Saya mendengar Beliau berkata: membacanya di antara dua sujud diperbolehkan." (Ibnu Qayyim, Miftâh Dâr as-Sa’âdah, juz I, halaman 298)
Simak pernyataan di atas yang sepertinya tak akan Anda temukan dalam satu hadits pun. Ibnu Taimiyah menentukan batasan bacaan 70 kali setiap hari dan bahkan memperbolehkan wirid ini untuk dibaca dalam duduk di antara dua sujud ketika shalat. Adakah pendaku Salafi yang mau mengatakan ini bid'ah? Atau malah berkelit mengatakan bahwa ini maslahah mursalah sebab yang berkata adalah Syekh Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qayyim? Sepertinya tidak akan ada yang menyimpulkan demikian.
Kalau mau objektif, wirid-wirid semacam ini memang tidak termasuk dalam cakupan makna bid'ah sebab sejak awal memang tidak dianggap sebagai syariat baru atau diyakini berasal dari anjuran Rasulullah akan tetapi hanya kalam hikmah saja. Statusnya sama seperti nasihat seseorang "Sebelum tidur bacalah Al-Qur'an satu maqra' biar kamu nanti hidup enak". Nasihat hikmah semacam ini sama sekali bukan bid'ah meskipun tak ada haditsnya dan melibatkan ibadah sebab unsur ibadahnya adalah yang berkategori mutlak atau bebas dibaca kapan pun dalam jumlah berapa pun. Kalam hikmah semacam ini urusannya hanya dengan manjur/mujarrab atau tidak, bukan dengan sesat atau tidak. Bagaimana mungkin bacaan yang nyata-nyata baik akan dinilai sesat? Siapa pun penganjurnya, baik itu Syekh Ibnu Taimiyah, Syekh Ibnu Qayyim, atau ulama besar mana pun sama saja dan tak boleh dibeda-bedakan sebab mereka tak akan menganjurkan sesuatu yang haram.
Sebagai penutup, penulis akan menukilkan suatu wirid yang sangat banyak khasiatnya dan sudah diamalkan oleh sekian banyak ulama dari generasi ke generasi, khususnya di kalangan pengikut mazhab Syafi'iyah. Wirid ini panjang sekali, biasanya rangkaian wirid panjang disebut dengan istilah hizb. Untuk menyingkat, penulis akan menukil bagian awalnya saja sebagai berikut:
بسم الله ، اللّه أكبر ، اللّه أكبر ، اللّه أكبر ، أقول على نفسي ، وعلى دِيني ، وعلى أهلي ، وعلى مالي ، وعلى أصحابي ، وعلى أديانهم ، وعلى أموالهم ؛ ألف ألف ألف لا حول ولا قوة إلاّ باللّه العلي العظيم . بسم الله ، وبالله ، ومن الله ، وإلى الله ، وعلى الله ، وفي الله ، ولا حول ولا قوة إلاّ بالله العلي العظيم .بسم الله على دِيني وعلى نفسي ، بسم الله على مالي وعلى أهلي وعلى أولادي وعلى أصحابي ، بسم الله على كلِّ شيءٍ أعطانيه ربي ، بسم الله ربِّ السموات السبع ، ورب الأرضين السبع ، ورب العرش العظيم بسم الله الذي لا يضرُّ مع اسمه شيءٌ في الأرض ولا في السماء وهو السميع العليم (3 مرات)ـ
Wirid di atas dalam versi lengkapnya sangat populer dibaca para ulama besar dan para kiai di Indonesia. Pengarangnya adalah seorang Imam Mujtahid dalam mazhab Syafi'i yang ilmunya terlalu luas dan terlalu hebat untuk diabaikan begitu saja, bahkan oleh mereka yang biasanya anti-mazhab sekalipun. Beberapa ulama menyebut beliau sebagai Wali Quthub, gelar kewalian tertinggi yang hanya dimiliki satu orang di setiap masa, sama seperti gelarnya Syekh Abdul Qadir al-Jilani. Beliau adalah Yahya bin Syaraf an-Nawawi yang biasa kita kenal sebagai Imam an-Nawawi, pengarang kitab Syarh Muslim, Riyâdl as-Shâlihîn, al-Majmû’ dan segudang rujukan monumental lainnya. Wirid panjang atau hizb yang bagian awalnya seperti di atas dikenal dengan nama Hizb an-Nawawi.
Silakan siapa pun berkata bahwa nama-nama di atas bukan orang maksum yang tak bisa salah sehingga ucapan mereka atau wirid yang mereka karang bisa saja ditolak. Namun dengan demikian maka tentu saja ucapan pengkritik itulah yang lebih layak ditolak sebab dia sendiri juga tak maksum dan levelnya jauh berada di bawah tokoh-tokoh di atas. Wallahu a'lam.
Abdul Wahab Ahmad, Wakil Katib PCNU Jember dan Peneliti di Aswaja NU Center Jember.
Belum ada Komentar untuk "Ibnu Taimiyah dan Imam Nawawi Mengarang Wirid Sendiri"
Posting Komentar