Hukum Shalat di Masjid yang Ada Makamnya


Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Kami ingin menanyakan sembahyang di masjid-masjid yang terdapat makam di balik tembok atau di dalamnya. Bahkan ada juga makam para wali di pelataran masjid. Bagaimana hukumnya? Soalnya ada yang bilang sembahyang itu harus di masjid yang benar-benar bebas dari makam di pekarangannya. Mohon keterangan lebih jelasnya. Terima kasih. Wassalamu ‘alaikum wr. wb. 

Jawaban

Assalamu ’alaikum wr. wb.
Penanya yang budiman, semoga Allah SWT menurunkan rahmat-Nya untuk kita semua. Sejauh pengamatan kami, tidak ada larangan perihal pemakaman jenazah di pekarangan masjid. Karenanya umat Islam ketika memperluas Masjid Nabawi tidak bersusah payah memindahkan makam Rasulullah SAW. Dan mereka juga kemudian memakamkan dua sahabatnya, Abu Bakar As-Shiddiq RA dan Umar RA di dekat makam Rasulullah SAW. Dengan demikian makam ketiganya berada bukan lagi di pekarangan masjid, tetapi di dalam masjid.

Adapun kesahihan ibadah sembahyang di masjid yang terdapat makam di pekarangan atau di dalamnya tidak bergantung pada keberadaan makam itu sendiri. Kesahihan sembahyang di sana bisa dilihat dari seberapa jauh kelengkapan syarat dan rukun sembahyang itu sendiri.

Ada baiknya kita melihat pandangan Syekh Muhammad Ibarahim Al-Hafnawi yang bermazhab Hanafi sebagai berikut.

الصلاة في المساجد التي بها أضرحة ومقابر لبعض الأولياء الصالحين صلاة صحيحة  متى استوفت الشروط واللأركان المقررة شرعا، لأن الصلاة لله تعالى وليست لصاحب الضريح أو القبر، ولا يمكن أبدا القول ببطلان الصلاة أو حرمتها في المساجد التي بها أضرحة، وإلا لوجب القول ببطلان صلاة المسلمين وحرمتها في المسجد النبوي الشريف حيث يضم قبره صلى الله عليه وسلم وقبر صاحبيه أبي بكر وعمر رضي الله عنه


Artinya, “Sembahyang di masjid yang di dalamnya terdapat makam para wali yang saleh adalah ibadah shalat yang sah sejauh syarat dan rukun yang ditetapkan menurut syara‘ terpenuhi. Karena, sembahyang itu ditujukan kepada Allah, bukan ahli kubur. Sehingga sampai kapan pun tidak mungkin berpendapat batal atau haramnya sembahyang di masjid yang ada makamnya. Kalau ada pendapat yang membatalkan dan mengharamkan sembahyang itu, niscaya batal dan haram pula sembahyang umat Islam di Masjid Nabawi di mana di dalamnya terdapat makam Rasulullah SAW dan dua sahabatnya, Sayyidina Abu Bakar RA dan Sayyidina Umar RA,” (Lihat M Ibarahim Al-Hafnawi, Fatawa Syar‘iyyah Mu‘ashirah, Kairo, Darul Hadits, cetakan ketiga, 2012 M/ 1433 H, halaman 160-161).

Dari penjelasan di atas, kita memahami betapa niat menempati posisi sangat penting di sini. Niat yang memuat kebulatan hati dan pemusatan pikiran dalam ibadah ditujukan kepada Allah SWT semata, bukan pada ahli kubur (meskipun ia seorang nabi, wali, dan orang saleh lainnya) yang terletak di pekarangan masjid.

Dari keterangan di atas juga, kita dapat menyimpulkan bahwa sembahyang itu di mana pun tempatnya tetap sah dengan catatan syarat dan rukunnya dipenuhi sesuai aturan syara’ (agama Islam) seperti lazimnya disebutkan dengan rinci di dalam kitab-kitab fiqih.

Demikian jawaban yang dapat kami kemukakan. Semoga bisa dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka dalam menerima saran dan kritik dari para pembaca.

Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq,
Wassalamu ‘alaikum wr. wb.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel