Wirid Dalailul Khairat: Sejarah, Penyusun, dan Keutamaannya


Bagi kalangan santri dan para pengamal tarekat, wirid Dalailul Khairat adalah wirid yang sangat tenar. Wirid ini biasanya diberikan melalui proses ijazah, yakni tradisi pemberian ajaran atau amalan secara turun-temurun dengan rantai sanad yang jelas. Guru yang melakukan ijazah disebut mujiz. Saat pengijazahan dilaksanakan biasanya disertakan silsilah sanad wirid Dalailul Khairat secara berurutan yang terhubung pada penyusun wirid ini, Syekh Muhammad bin Sulaiman al-Jazuli.

Selain itu, mujiz biasanya juga menyertakan anjuran untuk mengamalkan laku tirakat lain yang juga diamalkan beriringan dengan mengamalkan wirid Dalailul Khairat. Sepengetahuan penulis, biasanya yang diijazahkan adalah puasa selama tiga tahun, orang-orang biasa menyebut dengan Dalail Poso.

Ada juga yang diberi ijazah membaca dalail diiringi dengan membaca Al-Qur’an yang harus khatam selama masa tertentu, seperti satu bulan atau 41 hari tergantung ketentuan dari mujiz. Laku seperti ini biasanya disebut dengan Dalail Qur’an. Serta berbagai macam amaliyah lain yang berbeda-beda sesuai dengan anjuran dari mujiz. Hal ini tak lain ditujukan agar mengamalkan wirid Dalailul Khairat menjadi lebih sempurna.

Wirid ini berisi kumpulan shalawat yang ditujukan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Cara membacanya bervariasi. Namun umumnya orang-orang membaca sesuai dengan pembagian harian yang disebut hizb. Dimulai dari bacaan hari Senin hingga Senin kedua dan diakhiri doa saat khatam. Namun, ada pula yang langsung mengkhatamkan keseluruhan Dalailul Khairat setiap harinya, bahkan sebagian ulama ada yang mengkhatamkan setiap selesai shalat fardhu, sehingga setiap hari dikhatamkan sebanyak lima kali.

Syekh Muhammad bin Sulaiman al-Jazuli (w. 872 H) merupakan penyusun dari wirid Dalailul Khairat. Beliau merupakan ulama berkebangsaan Maroko, wirid Dalailul Khairat disusun olehnya saat masa pengembaraan ilmunya di Kota Fez. Beliau pernah mengasingkan diri untuk ibadah (Khalwat) selama 14 tahun, setelah itu ia fokus mendidik para murid-muridnya. Banyak sekali orang yang bertaubat di tangannya, hingga beliau dikenal sebagai ulama yang masyhur akan karama-karamahnya. Beliau juga memiliki banyak pengikut yang tersebar di berbagai penjuru Maroko. 

Beliau terbunuh pada tanggal 16 Rabiul Awal Tahun 870 Hijriah di Kota Sus akibat diracun. Kematian beliau persis pada saat sedang melaksanakan sujud shalat subuh. Setelah 77 tahun dari kematiannya, jenazah Syekh Muhammad bin Sulaiman al-Jazuli dipindahkan menuju Kota Marrakesh. Menurut kesaksian, jenazah beliau masih utuh seperti saat awal dimakamkan, tidak berubah sama sekali (Syekh Abdul Majid as-Syarnubi, Syarah Dalail al-Khairat, Cet. Maktabah Al-Adab, hal. 2-3)

Keutamaan mengamalkan Dalailul Khairat yang sangat masyhur di kalangan para pengamal wirid ini adalah cepatnya terkabul hajat yang diinginkan oleh para pembacanya. Sewaktu-waktu menginginkan suatu hal, mudah sekali keinginan tersebut terkabul. Namun meski begitu, hendaknya para pengamal Dalailul Khairat dalam membaca wirid ini bertujuan murni mendekatkan diri kepada Allah (taqarrub ila Allâh) tanpa mengharap pamrih apa pun yang bersifat duniawi. Dengan demikian, wujud rasa keikhlasan dalam mengamalkannya. Wallahu a’lam.

Ustadz M. Ali Zainal Abidin, Pengajar di Pondok Pesantren Annuriyah, Kaliwining, Rambipuji, Jember

Belum ada Komentar untuk "Wirid Dalailul Khairat: Sejarah, Penyusun, dan Keutamaannya"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel