Cara Jin Beragama


Salah satu di antara nama-nama Allah subhanahu wata'ala yang berjumlah 99 atau yang dikenal dengan sebutan Al-Asma’ Al-Husna adalah Al-Khaliq, artinya dialah yang menciptakan. Ciptaan-Nya meliputi segala sesuatu, baik itu berupa hal-hal yang tampak oleh mata seperti manusia, hewan, tumbuhan, dan alam seisinya ini, maupun keberadaan yang tidak bisa dilihat oleh mata seperti malaikat, surga, neraka, dan lain-lain. Termasuk dari makhluk-Nya yang tidak terlihat oleh mata adalah jin. Jin adalah makhluk ciptaan Allah subhanahu wata'ala yang berbeda dari manusia dari asal ciptaannya. Jin diciptakan oleh Allah dari api sedangkan manusia diciptakan dari tanah.

Allah berfirman dalam surat Ar-Rahman ayat 15:

وخلق الجان من مارج من نار


Artinya: “Dan dia telah menciptakan jin dari nyala api” (QS. Ar-Rahman ayat: 15).

Demikian pula dalam surat Al-Mu’minun ayat 12 Allah subhanahu wata'ala menegaskan: 

ولقد خلقنا الانسان من سلالة من طين


Artinya: “Dan sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati dari tanah” (QS Al-Mu’minun: 12).

Sebagai salah satu makhluk Allah subhanahu wata'ala yang tidak terlihat, jin memiliki berbagai kemampuan yang tidak dimiliki oleh manusia, antara lain kemampuan untuk mengubah wujudnya menjadi berbagai macam bentuk menyerupai manusia dan binatang, seperti ular, keledai, unta, sapi dan lain-lain. Hal itu seperti sebuah kisah yang dialami oleh Sayyidah Aisyah bahwa beliau melihat seekor ular dalam rumahnya. Kemudian beliau memerintahkan untuk membunuh ular tersebut. Akhirnya ular itu pun terbunuh, dan tak lama kemudian beliau diberi tahu bahwa:

إنها من النفر الذين استمعوا الوحي من النبي


"Ular tersebut adalah termasuk dari golongan yang pernah mendengarkan wahyu dari nabi (golongan jin)."

Setelah mengerti akan hal itu beliau pun mengutus seseorang untuk pergi ke Yaman untuk membeli 40 (empat puluh) budak guna memerdekakan.

Juga ada jin yang mampu memindahkan sesuatu dalam waktu yang singkat. Hal itu seperti yang diceritakan dalam Al-Qur'an pada masa Nabi Sulaiman bahwa Ifrit yang termasuk salah satu jin sanggup untuk memindahkan singgasana Ratu Bilqis sebelum Nabi Sulaiman berdiri dari tempat duduknya.

Meskipun jin itu berbeda dalam hal asal penciptaannya, tetapi dia juga makhluk Allah subhanahu wata'ala yang tujuan dari penciptaannya sama dengan tujuan penciptaan manusia, yaitu tidak lain supaya beribadah kepada Allah. Hal itu sesuai dengan firman Allah subhanahu wata'ala dalam surat Adz-Dzariyat, 56:

وماخلقت الجن والإنس إلا ليعبدو


Artinya: “Dan tidak Aku ciptakan jin dan manusia kecuali hanya untuk menyembah-Ku” (QS Adz-Dzariyat: 56).

Oleh karena itu, seperti manusia, jin juga mukallaf (dibebani tanggung jawab) untuk menjalankan perintah Allah dan menjauhi segala yang dilarang-Nya. Dalam hal ini mereka juga mendapatkan pahala apabila melakukan perbuatan sesuai dengan apa yang di perintahkan oleh Allah subhanahu wata'ala dan akan disiksa apabila melanggar aturan yang di gariskan.

Jadi, karena mereka semua mukallaf seperti manusia, Allah juga mengutus kepada mereka utusan yang akan menyampaikan wahyu. Para ulama mempunyai pendapat yang sama bahwa risalah nabi kita Muahammad shallallahu 'alaihi wasallam tidak hanya terbatas pada manusia, melainkan juga mencakup jin, bahkan ada yang mengatakan sampai kepada semua makhluk hidup.

Dalam Al-Quran surat A-Jin di jelaskan:

Artinya: “Katakanlah telah diwahyukan kepadaku (Nabi Muhammad) bahwasanya sekumpulan jin telah mendengarkan Al-Qur'an menakjubkan (yang) memberi petunjuk kepada jalan yang benar, lalu kami beriman kepadanya. Dan kami sekali-kali tidak akan mempersekutukan seorang pun dengan tuhan kami” (QS. Al-Jin: 1-2).

Dalam kitab Al-Asybah wan Nazhair juga disebutkan:

والنبي صلى الله عليه وسلم مرسل اليهم


Artinya: “Bahwasanya Nabi Muhammad diutus kepada mereka (bangsa jin).

Jadi, di antara mereka  (bangsa jin) juga ada yang melakukan shalat dan syariat-syariat lain yang telah dibawa Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam. Kesimpulan akhirnya, jin yang mengimani Allah subhanahu wata'ala sebagai Tuhannya dan Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam sebagai utusan-Nya yang terakhir sekaligus menyempurnakan risalah-risalah utusan sebelumnya, akan berpegang pada Al-Qur'an dan hadits sebagai pedoman hidup.

Sumber: KH.MA. Sahal Mahfudh. Dialaog Problematika Umat. Surabaya: Khalista & LTN PBNU

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel