Kedudukan Ilmu dan Ulama di Mata Imam As-Syafi’i


Muhammad bin Idris As-Syafi’i atau Imam As-Syafi’i (767 M/50 H-820 M/204 H), peletak dasar Mazhab Fiqih Syafi’i berkata:

وَقَالَ الشَّافِعِيُّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ : إنْ لَمْ تَكُنْ الْفُقَهَاءُ الْعَامِلُونَ أَوْلِيَاءً لِلَّهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ وَلِيٌّ


“Imam As-Syafi’i berkata, ‘Kalau ahli agama yang saleh itu bukan wali Allah, niscaya Allah tidak memiliki wali.’” (An-Nawawi, Al-Majmuk fi Syarhil Muhadzdzab).

Imam As-Syafi’i menempatkan ulama atau ahli kajian agama pada kedudukan terhormat dalam Islam. Ia memasukkan ulama sebagai salah satu kelompok wali Allah, sebuah kedudukan terhormat di bawah kenabian.

Pandangan Imam As-Syafi’i tidak lepas dari penghormatannya secara pribadi terhadap ilmu pengetahuan. Ucapannya cukup terkenal, “Siapa yang menginginkan dunia, raihlah dengan ilmu. Siapa yang menghendaki kehidupan akhirat, juga capailah dengan ilmu.”

Menurutnya Imam As-Syafi’i, aktivitas belajar lebih utama daripada aktivitas ibadah sunnah. Bahkan, aktivitas belajar atau menuntut ulmi adalah ibadah yang paling utama setelah ibadah wajib, antara lain shalat lima waktu.

Imam As-Syafi’i mengatakan, “Tidak ada kebaikan pada orang yang tidak mencintai (menghargai) ilmu. Jangan sampai kau mengenal apalagi bersahabat dengan orang seperti itu.”

Belum ada Komentar untuk "Kedudukan Ilmu dan Ulama di Mata Imam As-Syafi’i"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel