Sisi Mudharat Kebodohan menurut Sayyid Abdullah bin Alwi Al-Haddad
Kamis, 07 Mei 2020
Tulis Komentar
Kebodohan atau ketidaktahuan (karena abai tidak mau belajar) terutama dalam hal agama mengandung sisi mudarat. Sayyid Abdullah bin Alwi Al-Haddad menyebut kebodohan ini sebagai pangkal keburukan dan tempat terbit segala mudarat. Orang bodoh, kata Al-Haddad, termasuk mereka yang dilaknat berdasarkan keumuman hadits riwayat At-Turmudzi, Ibnu Majah, Al-Hakim, Al-Baihaqi, At-Thabarani, dan Ibnu Asakir berikut ini:
الدُّنْيَا مَلْعُونَةٌ ، مَلْعُونٌ مَا فِيهَا إِلاَّ ذِكْرُ الله، وَعَالم وَمُتَعَلِّم
Artinya, “Dunia itu terlaknat, demikian juga isi dunia kecuali zikir, orang alim, dan orang yang belajar,” (HR At-Turmudzi, Ibnu Majah, Al-Hakim, Al-Baihaqi, At-Thabarani, dan Ibnu Asakir).
Orang bodoh berada tidak termasuk ke dalam pengecualian. Orang bodoh termasuk salah satu dari isi dunia yang mendapat laknat. Orang bodoh berada dalam kegelapan. Ia dapat terjatuh ke dalam lubang maksiat tanpa ia ketahui.
والجاهل واقع في ترك الطاعات وفعل المعاصى شاء أم أبى فإنه لا يدري أي شيء الطاعة التي أمره الله بفعلها ولا أي شيء المعصية التي نهاه الله عن ارتكابها ولا يخرج من ظلمات الجهل إلا بنور العلم
Artinya, “Orang bodoh jatuh ke dalam pengabaian taat dan perbuatan maksiat dengan kemauan atau ketidakmauannya, tanpa ia ketahui mana perbuatan taat yang diperintah Allah untuk dilakukan dan mana maksiat yang dilarang Allah. Seseorang tidak akan keluar dari kegelapan kebodohan kecuali dengan cahaya ilmu.” Sayyid Abdullah bin Alwi Al-Haddad, Risalatul Mudzakarah, Hamisy Syarah Ad-Dakwatut Tammah, [Indonesia, Daru Ihyail Kutubil Arabiyyah: tanpa tahun], halaman 72).
Al-Haddad meriwayatkan hadits, “Ketika menciptakan kebodohan, Allah memanggilnya, ‘Majulah!’ Kebodohan itu justru mundur. Sebaliknya, ketika Dia memintanya untuk mundur, ia malah maju. Allah lalu mengatakan, ‘Demi kemuliaan-Ku, Aku tidak menciptakan makhluk yang paling Kubenci selain dirimu. Aku jadikan dirimu seburuk-buruk makhluk-Ku.’”
Buruknya kebodohan sudah jelas berdasarkan naqli (dalil Al-Qur’an dan hadits) dan aqli (akal sehat). Hal ini jelas bagi siapa saja. Sayyidina Ali bin Abu Thalib mengatakan, “Tidak ada musuh yang lebih zalim dari kebodohan.” Sementara Syekh Ali bin Abu Bakar bersyair dengan indah berikut ini:
Kebodohan adalah api bagi agama seseorang yang membakarnya
Ilmu adalah air bagi api tersebut yang memadamkannya.
Al-Haddad menganjurkan umat Islam untuk mempelajari pengetahuan dasar perihal kewajiban yang diperintahkan Allah kepada mereka, pengetahuan dasar perihal larangan Allah, dan perihal aktivitas keseharian (shalat, zakat, puasa, haji, jual beli, perkawinan, interaksi sesama manusia), tanpa harus mendalam. Umat Islam juga perlu mempelajari dasar ilmu tauhid yang dapat menyelamatkan keimanannya. (Alhaddad, Risalatul Mudzakarah: 72). Tentunya ada kewajiban prioritas dan kewajiban belajar yang dapat ditunda seperti pelajaran haji.
Al-Haddad mengutip pandangan Malik bin Dinar perihal keutamaan menuntut ilmu baik untuk iri sendiri maupun untuk orang banyak.
من طلب العلم لنفسه فالقليل منه يكفيه، ومن طلب العلم للناس فحوائج الناس كثيرة
Artinya, “Siapa saja yang menuntut ilmu untuk dirinya, maka sekurang-kurangnya itu dapat mencukupi dirinya. Tetapi siapa yang menuntut ilmu untuk orang lain, maka kebutuhan orang lain atas ilmu itu begitu banyak.” (Sayyid Abdullah bin Alwi Al-Haddad, Risalatul Mudzakarah, Hamisy Syarah Ad-Dakwatut Tammah, [Indonesia, Daru Ihyail Kutubil Arabiyyah: tanpa tahun], halaman 72).
Walhasil, umat Islam tidak boleh abai terhadap pengetahuan dasar perihal kewajiban terhadap Allah dan larangan Allah. Wallahu a’lam.
Belum ada Komentar untuk "Sisi Mudharat Kebodohan menurut Sayyid Abdullah bin Alwi Al-Haddad"
Posting Komentar