Watak Kaum Bani Israil: Keras Kepala, Pembangkang, Tak Pandai Bersyukur
Rabu, 01 Juli 2020
Bani Israil merupakan kaum yang dilalui oleh banyak Nabi. Allah SWT mengutus sejumlah Nabi untuk membimbing kaum Bani Israil. Selain Nabi Yaqub, Nabi Yusuf, dan Nabi Musa, nabi-nabi lainnya juga diutus kepada Bani Israil ialah Nabi Harun, Nabi Ilyas, Nabi Ilyasa, Nabi Yunus, Nabi Daud, Nabi Sulaiman, Nabi Zakaria, Nabi Yahya, hingga Nabi Isa. Total sejak Nabi Yaqub, ada 12 nabi yang diutus oleh Allah SWT kepada Bani Israil.
Israil sendiri merupakan nama lain Nabi Yaqub. Dia adalah anak dari Nabi Ishaq. Ishaq as adalah anak kedua dari Nabi Ibrahim as yang dijuluki sebagai bapak para nabi. Dari garis keturunan inilah lahir kaum Bani Israil atau keturunan-keturunan Yaqub as.
Nabi Yaqub as memiliki beberapa anak, di antaranya adalah Yusuf as. Kisah Nabi Yusuf tidak bisa dilepaskan dari kisah Bani Israil, karena berawal dari kisah Yusuf as inilah Bani Israil sempat mendiami Mesir dalam kurun waktu yang sangat panjang di bawah kepemimpinan Firaun.
Kaum Bani Israil atau anak-anak Israil mulai berdatangan ke Mesir, berdiam dan menempati wilayah Mesir secara turun-temurun, diperbudak, sampai diutus Nabi Musa as, seorang yang juga keturunan Bani Israil untuk membebaskan Bani Israil dari cengkeraman Firaun.
Muhammad Husain Haekal dalam Sejarah Hidup Muhammad (1980) mencatat bahwa dalam pangkuan Firaun, Musa as dibesarkan dan diasuh. Di tangan para pendeta dan pemuka-pemuka agama kerajaan, Musa as mengetahui keesaan Tuhan dan rahasia-rahasia alam.
Setelah datang izin Tuhan kepadanya supaya ia membimbing umat di tengah-tengah Firaun yang berkata kepada rakyatnya: “akulah tuhanmu yang tinggi”, Musa pun akhirnya berhadapan dengan Firaun sendiri beserta tukang-tukang sihirnya. Melihat kondisi dan ancaman terhadap diri dan kaumnya, Nabi Musa as bersama orang-orang Israil yang lain pindah menuju negeri Palestina.
Kala itu, tidak hanya perbudakan dan kerja paksa yang diterapkan oleh Firaun kepada Bani Israil. Firaun juga berlaku kejam dengan membunuh semua bayi laki-laki Bani Israil, karena adanya ramalan bahwa akan lahir bayi laki-laki dari Bani Israil yang akan meruntuhkan kekuasaan Firaun.
Meskipun berkali-kali mendapat nikmat dan perlindungan Allah SWT melalui Nabi Musa, Bani Israil tidak pernah merasa bersyukur bahkan terus melakukan pembangkangan terhadap Allah dan Nabi Musa.
KH Saifuddin Zuhri dalam memoarnya Berangkat dari Pesantren (LKiS, 2013: 687) juga menjelaskan bahwa setelah membawa orang-orang Bani Israil meninggalkan Mesir lalu menyeberangi Laut Merah, Nabi Musa bermunajat kepada Allah SWT di Gunung Thur Sina (Sinai).
KH Saifuddin Zuhri menyebut bahwa akhirnya Nabi Musa menghabiskan masa tuanya untuk memimpin kaum Bani Israil yang keras kepala, suka memberontak (membangkang), dan tak pandai mensyukuri nikmat Allah SWT.
Dalam beberapa literatur sejarah, Bani Israil yang telah diselamatkan oleh Nabi Musa as atas izin Allah SWT melakukan pembangkangan. Saat itu, setelah sampai di seberang Laut Merah dari pengejaran Firaun dan tentaranya, bahkan ketika kondisi kaki belum kering dari air laut, mereka mulai menunjukkan pembangkangan terhadap perintah Allah SWT dan perintah Nabi Musa as.
Mereka meminta kepada Nabi Musa as untuk membuatkan mereka patung berhala anak sapi agar bisa mereka sembah, seperti halnya bangsa Samiri (bangsa di seberang Laut Merah) menyembah patung anak sapi. Tentu saja permintaan yang bersifat menyekutukan Allah SWT itu ditolak oleh Nabi Musa.
Penolakan Nabi Musa tidak diindahkan. Hal itu terjadi ketika Nabi Musa sementara meninggalkan Bani Israil untuk sejenak bermunajat, memohon petunjuk Allah SWT. Untuk itu, Nabi Musa menitipkan tanggung jawab pembimbingan kepada Nabi Harun as untuk mengurus Bani Israil. Tetapi hanya dalam waktu 40 hari saja, sekembalinya Nabi Musa as, Bani Israil telah kembali berlaku syirik.
Mereka telah kembali menyembah patung-patung anak sapi yang mereka buat. Tentu saja Nabi Musa dibuat murka atas perbuatan kaumnya yang membangkang itu. Saking marahnya hingga batu tulis yang dibawa Nabi Musa dari hasil bermunajat kepada Allah SWT hancur berkeping-keping. Batu tulis tersebut berisi Taurat dalam wujud aslinya.
Pembangkangan Bani Israil selanjutnya ialah ketika Nabi Musa mengajak kaumnya untuk berangkat menuju ‘tanah yang dijanjikan’ Allah SWT kepada mereka, yaitu Kota Yerusalem (sekarang menjadi rebutan antara Palestina dan Israel yang konfliknya meluas karena Israel memperluas wilayah-wilayah dudukannya secara ilegal di negeri Palestina).
Yerusalem kelak menjadi tempat suci, rumah bagi tiga agama besar di dunia: Yahudi, Nasrani, dan Islam. Nabi Musa as memerintahkan mereka untuk menuju ke tanah tersebut secara terang-terangan, karena Allah SWT telah menjanjikan kemenangan bagi mereka. Namun, mereka menolak dan malah meminta agar Nabi Musa dan Allah SWT saja yang berangkat ke kota tersebut, karena mereka takut terhadap raja kejam yang sedang berkuasa di Yerusalem.
Atas pembangkangan yang berulangkali itu, kemarahan Nabi Musa tidak lagi terbendung. Allah SWT akhirnya memberikan ketetapan, bahwa selama 40 tahun tanah tersebut haram bagi Bani Israil. Selama 40 tahun mereka akan tersesat dan berputar-putar di gurun. Perjalanan mereka tak akan membuat mereka sampai ke tanah yang dijanjikan tersebut, sampai masa waktu yang ditentukan tadi usai.
Atas ketetapan tersebut, selama 40 tahun Bani Israil selalu berjalan berputar-putar di gurun tanpa pernah sampai di tanah yang dijanjikan. Sampai akhir hayatnya, Nabi Musa pun tidak pernah sampai di tanah yang dijanjikan tersebut. Bani Israil mencapai Yerusalem setelah masa hukuman dari Allah SWT telah habis. Di tempat itu mereka kembali membentuk koloni-koloni baru dan mulai menguasai Yerusalem.
Di luar sifat-sifat buruknya itu, Bani Israil memang kaum yang diberikan kelebihan dibanding kaum lain, yaitu berupa pengetahuan dan kecerdasan, serta kemampuan berpikir lebih maju. Kecerdasan mereka ini yang kemudian dimanfaatkan oleh Firaun untuk mulai membangun monumen-monumen kemegahannya kala itu. Bani Israil pun diperbudak dan menjalani kerja paksa.