Wabah dan Wafatnya Sepupu Nabi, al-Fadl bin ‘Abbas
Kamis, 09 Juli 2020
Al-Fadl bin Abbas adalah sepupu Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, kakak Sayyidina Abdullah bin Abbas. Dia adalah anak tertua dari Sayyidina Abbas bin Abdul Muttalib (kânâ asanna waladil ‘abbâs) (Imam Ibnu Hajar al-‘Asqalani, al-Ishâbah fî Tamyîz al-Shahâbah, Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, tt, juz 3, h. 212).
Dalam kitab al-Mustadrak ‘alâ al-Shahihain, Imam al-Hakim mengumpulkan beberapa riwayat yang berkaitan dengan Sayyidina al-Fadl. Salah satunya menceritakan kiprah dan jasa Sayyidina al-Fadl bin ‘Abbas. Dari riwayat Khalifah bin al-Khayyat, al-Fadl berperang bersama Rasulullah di Makkah (Fathu Makkah) dan Hunain. Ia juga menyaksikan dan bersama Rasulullah di haji wada’ (wa syahida ma’ahu hijjatal wadâ’) (Imam al-Hakim, al-Mustadrak ‘alâ al-Shahihain, Dar al-Haramain, juz 3, h. 333)
Ibunya bernama Lubabah binti al-Harits (Ummu Fadl), saudara perempuan istri Rasulullah, Sayyidah Maimunah binti al-Harits, dan bibi Sayyidina Khalid bin Walid. Abdullah bin Abbas (anaknya), Tammam, Anas bin Malik, Abdullah bin al-Harits meriwayatkan hadits darinya. Dalam sebuah riwayat dikatakan:
قيل: لم يسلم من النساء أحد قبلها، يعني بعد خديجة
Terjemah bebas: “Diceritakan: ‘Tidak (memeluk) Islam seorang pun dari (kalangan) wanita sebelumnya. Artinya (ia memeluk Islam) setelah Khadijah.” (Imam al-Dzahabi, Siyar A’lâm al-Nubalâ’, Beirut: Muassasah al-Risalah, tt, juz 2, h. 315)
Karena usia Sayyidina al-Fadl tidak panjang (sekitar 25 tahun), ia tidak meriwayatkan hadits sebanyak saudara dan sahabat nabi lainnya. Namun, banyak dari mereka yang mengambil hadits darinya, seperti Abdullah bin Abbas (adiknya), Rabi’ah bin al-Harits, Abu Hurairah dan lain sebagainya. Imam Ibnu Hajar al-‘Asqalani menulis:
له أحاديث، روى عنه أخواه: عبد الله، وقثَم؛ وابن عمه ربيعة بن الحارث بن عبد المطلب، وأبو هريرة، وابن أخيه عباس بن عبيد الله بن العباس، وعُمير مولى أم الفضل، وسليمان بن يسار، والشعبي وغيرهم
Terjemah bebas: “Ia (hafal cukup) banyak hadits, meriwayatkan darinya saudaranya (sendiri): Abdullah (bin Abbas), Qutsam (bin Abbas); dan putra pamannya, Rabi’ah bin al-Harits bin Abdul Muttalib, Abu Hurairah, dan anak saudaranya, Abbas bin ‘Ubaidillah bin Abbas, ‘Umair budak Ummu al-Fadl, Sulaiman bin Yassar, al-Sya’bi dan lainnya.” (Imam Ibnu Hajar al-‘Asqalani, al-Ishâbah fî Tamyîz al-Shahâbah, juz 3, h. 212).
Al-Fadl bin Abbas juga turut memandikan dan mengebumikan jenazah mulia Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersama Sayyidina Ali bin Abu Thalib. Dalam al-Mustadrak dikatakan (jalur Khalifah bin al-Khayyath):
وكان فيمن غسّل رسول الله صلي الله عليه وعلي آله وسلم وولي دفنه
Terjemah bebas: “Al-Fadl termasuk orang yang memandikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa alihi wasallam dan membantu pemakamannya.” (Imam al-Hakim, al-Mustadrak ‘alâ al-Shahihain, juz 3, h. 333).
Terjadi perbedaan pendapat tentang waktu dan penyebab al-Fadl meninggal. Ibnu Sakan mengatakan, al-Fadl wafat di Perang Ajnadain di masa Khalifah Abu Bakr al-Shiddiq. Pendapat lain mengatakan, al-Fadl meninggal di Perang Yamamah tahun 15 H, dan ada juga yang berpendapat, ia wafat di Perang Yarmuk. Menurut al-Waqidi, Zubair dan Ibnu Hatim, al-Fadl bin Abbas wafat disebabkan oleh thâ’ûn ‘amwâs (wabah Amwas) di Syam (mâta fî th â’ûn ‘amwâs). (Imam Ibnu Hajar al-‘Asqalani, al-Ishâbah fî Tamyîz al-Shahâbah, juz 3, h. 212).
Wabah Amwas (thâ’ûn ‘amwâs) terjadi di Syam sekitar tahun 18 Hijriah di masa Khalifah Umar bin Khattab. Kata “Amwas” (Emmaus Nicopolis) dinisbatkan pada sebuah daerah di Syam. Letaknya tidak jauh dari Ramlah dan Baitul Maqdis. Imam Ibnu Katsir menggambarkannya dengan kalimat:
هذا الطاعون منسوب إلى بليدة صغيرة يقال لها: عمواس وهي بين القدس والرملة
Terjemah bebas: “Wabah ini dinisbatkan pada sebuah daerah kecil yang disebut “Amawas”, (letaknya) di antara al-Quds (Jerusalem) dan Ramlah.” (Imam Ibnu Katsir, al-Bidâyah wa al-Nihâyah, Riyadh: Dar ‘Alam al-Kutub, tt, juz 10, h. 76-77).
Di sisi lain, Imam al-Muhallabi melukiskan Amawas dengan berkata:
كورة عمواس هي ضيعة جليلة على ستة أميال من الرملة على طريق بيت المقدس ومنها كان ابتداء الطاعون في أيام عمر بن الخطاب رضي الله عنه ثم فشا في أرض الشام فمات فيه خلق كثير لا يحصى من الصحابة رضي الله عنهم ومن غيرهم وذلك
Terjemah bebas: “Distrik ‘Amawas merupakan perkampungan kecil yang asri (berjarak sekitar) enam mil dari Ramlah di (arah) jalan menuju Baitul Maqdis. Dari (tempat) itulah tha’un (wabah) di masa (Khalifah) Umar bin al-Khattab radhiyallahu ‘anhu bermula, kemudian menyebar di tanah Syam...” (Imam Abu ‘Abdillah Yaqut al-Hamawi al-Baghdadi, Mu’jam al-Buldân, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, tt, juz 4, 177-178).
Wabah ‘Amawas memakan banyak korban jiwa. Menurut Imam al-Waqidi, korban meninggal akibat thâ’ûn ‘amwâs sekitar 25.000 jiwa. Ada juga yang berpendapat hingga 30.000 jiwa (Imam Ibnu Katsir, al-Bidâyah wa al-Nihâyah, juz 10, h. 76-77).
Imam al-Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim mengatakan bahwa korban meninggal mencapai 25.000 jiwa. Ia menulis:
ثم طاعون عمواس في زمن عمر بن الخطاب رصي الله عنه، وكان بالشام مات فيه خمسة وعشرون ألفا
Terjemah bebas: “Kemudian wabah ‘Amawas di masa (Khalifah) Umar bin al-Khattab radhiyallahu ‘anhu yang terjadi di Syam, korban jiwa di wabah tersebut (sekitar) 25.000 (jiwa).” (Imam al-Nawawi, Shahih Muslim bi Syarh al-Nawâwi, Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2017, juz 1, h. 96).
Semoga kita terselamatkan dari segala macam wabah dan bencana. Amin.
Wallahu a’lam bish-shawwab...
Muhammad Afiq Zahara, alumni Pondok Pesantren Darussa’adah, Bulus, Kritig, Petanahan, Kebumen